Ayub 3:1-10
Mulai pasal 3 ini, kitab Ayub berbentuk puisi, dan baru pada pasal yang terakhir, yaitu 42, kitab Ayub kembali berbentuk cerita sejarah. Bahasa puisi ini memaparkan perasaan Ayub, tanggapan sahabat-sahabatnya, jawaban Ayub dan akhirnya sabda Tuhan sendiri.
Edgar Jones mengatakan, "tidak dapat dibenarkan sebagai satu-satunya kesimpulan bahwa penderitaan adalah hukuman karena dosa". Penderitaan menjadi berarti karena kaitannya dengan tujuan Tuhan bagi dunia ini. Sesudah masa hening selama tujuh hari berakhir, terdengarlah ratapan Ayub.
Ayub membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya (ayat 1). Seluruh pembicaraan ini ada dalam bentuk puisi. Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku (ayat 3).
David Atkinson mengatakan, "Ia tidak mengutuki Tuhan atau dirinya maupun orang lain. Ia hanya menginginkan hari kelahirannya dilupakan ,agar dengan demikian tidak ada lagi kegembiraan atau sukacita atas kelahirannya - sebaliknya, biarlah hari itu kena kutuk." Ayub sedang menderita, terhina, dan menderita sakit. Kesedihannya yang terbesar ialah bahawa Tuhan tampaknya telah meninggalkannya.
Meredith G. Kline mengatakan, "Baik pada saat itu maupun kemudian, Ayub tidak menggenapi nubuat Iblis bahwa dia pasti akan berdebat dengan Yang Berdaulat, oleh karena itu Ayub kemudian harus bertobat (Ayub 42:1-6) sebagai cara untuk berdamai kembali dengan Tuhan. "
Budi Asali mengatakan," kehidupan itu sendiri sebetulnya merupakan berkat Tuhan, seakan-akan menjadi suatu kutuk baginya dan ia berharap semua itu tidak ada." kesengsaraan tak terelakkan yang dihadapi Ayub saat ini menghapus semua ingatan akan masa-masa jayanya pada saat Ayub meratapi kenyataan bahwa dirinya telah dilahirkan. Ayub sendiri mengakui bahwa penderitaanya yang hebat dan banyak itu menyebabkan ia mengeluarkan kata-kata secara tergesa-gesa (Ayub 6:3)
Aplikasi : Marilah kita bersikap hati-hati dengan kata-kata yang tidak menunjukkan iman pada waktu kita sedang menderita. Tetaplah sabar, jangan putus asa dan bersandar pada Tuhan.
Mulai pasal 3 ini, kitab Ayub berbentuk puisi, dan baru pada pasal yang terakhir, yaitu 42, kitab Ayub kembali berbentuk cerita sejarah. Bahasa puisi ini memaparkan perasaan Ayub, tanggapan sahabat-sahabatnya, jawaban Ayub dan akhirnya sabda Tuhan sendiri.
Edgar Jones mengatakan, "tidak dapat dibenarkan sebagai satu-satunya kesimpulan bahwa penderitaan adalah hukuman karena dosa". Penderitaan menjadi berarti karena kaitannya dengan tujuan Tuhan bagi dunia ini. Sesudah masa hening selama tujuh hari berakhir, terdengarlah ratapan Ayub.
Ayub membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya (ayat 1). Seluruh pembicaraan ini ada dalam bentuk puisi. Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku (ayat 3).
David Atkinson mengatakan, "Ia tidak mengutuki Tuhan atau dirinya maupun orang lain. Ia hanya menginginkan hari kelahirannya dilupakan ,agar dengan demikian tidak ada lagi kegembiraan atau sukacita atas kelahirannya - sebaliknya, biarlah hari itu kena kutuk." Ayub sedang menderita, terhina, dan menderita sakit. Kesedihannya yang terbesar ialah bahawa Tuhan tampaknya telah meninggalkannya.
Meredith G. Kline mengatakan, "Baik pada saat itu maupun kemudian, Ayub tidak menggenapi nubuat Iblis bahwa dia pasti akan berdebat dengan Yang Berdaulat, oleh karena itu Ayub kemudian harus bertobat (Ayub 42:1-6) sebagai cara untuk berdamai kembali dengan Tuhan. "
Budi Asali mengatakan," kehidupan itu sendiri sebetulnya merupakan berkat Tuhan, seakan-akan menjadi suatu kutuk baginya dan ia berharap semua itu tidak ada." kesengsaraan tak terelakkan yang dihadapi Ayub saat ini menghapus semua ingatan akan masa-masa jayanya pada saat Ayub meratapi kenyataan bahwa dirinya telah dilahirkan. Ayub sendiri mengakui bahwa penderitaanya yang hebat dan banyak itu menyebabkan ia mengeluarkan kata-kata secara tergesa-gesa (Ayub 6:3)
Aplikasi : Marilah kita bersikap hati-hati dengan kata-kata yang tidak menunjukkan iman pada waktu kita sedang menderita. Tetaplah sabar, jangan putus asa dan bersandar pada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar